Diprediksi Inflasi Sultra 2023 Masih tinggi
Dr.Syamsir, Ekonom Unhalu dan Local Expert Kementrian Keuangan
Pertumbuhan ekonomi Sultra pada triwulan III 2022 tumbuh sebesar 5,40% year over year (YOY), masih tetap optimis akan meningkat pada triwulan IV. Dari aspek penawaran atau lapangan usaha terdapat sektor yang berperan yaitu sektor pertanian, perdagangan besar dan eceran, sektor pertambangan dan penggalian dan industri pengolahan. Kemudian pada sektor permintaan, sektor konsumsi, pengeluaran pemerintah dan ekspor memiliki andil yang cukup signifikan. Konsumsi masyarakat dan pemerintah yang meningkat dikarenakan realisasi bantuan pemerintah yang mendukung daya beli masyarakat serta serapan anggaran pemerintah menjelang akhir tahun.
Menurut Ketua ISEI Kendari ini, masih perlu waspada di tahun 2023 karena dibayangi dengan kondisi geopolitik dan tantangan resesi global sehingga berpotensi growth akan mengalami perlambatan.
” Demikian pula secara spasial, kondisi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota sudah recovery meskipun memiliki pola yang berbeda-beda. Kabupaten Kolaka (19,000%) dan Kota Kendari (17,17%) adalah dua wilayah yang memiliki peran terbesar dalam pembentukan PDRB Sulawesi Tenggara” ungkapnya kepada beritasulawesi.co.id di sela-sela Press Release, Kemenkeu Satu Sulawesi Tenggara, Senin (26/12).
Selain itu, ia menjelaskan di aspek ketengakerjaan, pengangguran mengalami penurunan dari 3,86 % menjadi 3,36%, namun masih perlu mendapat perhatian karena jumlah pengangguran terdidik yang masih tinggi yang umumnya berada diwilayah perkotaan. Demikian pula tenaga kerja kita masih banyak terserap di sektor jasa dan informal (58,99%) sehingga memiliki tingkat upah yang relatif rendah.
“Persentase kemiskinan mengalami penurunan di era dan post Covid, seiring kebijakan refocusing dampak ekonomi Covid-19 (11,17%), dimana kemiskinan pedesaan relatif lebih tinggi (13,57%) dibandingkan di perkotaan (6,95%). Namun demikian indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan belum membaik” ujarnya.
Inflasi sultra juga masih tinggi yang diprediksi 6,92% disebabkan oleh administarif price yakni penyesuain harga akibat kenaikan kepada kenaikan harga BBM dan bahan bakar rumah tangga, sehingga berdampak langsung pada komoditas angkutan umum serta komponen logistik berbagai komoditas lainnya.
Aspek lainnya adalah permintaan komoditas pangan dari luar daerah yang didorong oleh gagal panen di daerah lain seperti Beras di Jawa. Namun demikian faktor penahan inflasi antara lain peningkatan produksi tanaman pangan serta adanya sinergi TPID yang semakin erat dalam pengendalian inflasi melalui 4K. (**)