PGI Apresiasi Pencabutan 4 IUP di Raja Ampat

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengapresiasi pemerintah yang telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Meski demikian, PGI juga mendesak pemerintah mengaudit dan meninjau ulang laporan hasil analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan juga laporan analisis mengenai dampak sosial (amdas) penambangan nikel secara menyeluruh di wilayah Kepulauan Raja Ampat sebagai gugusan pulau-pulau kecil yang menjadi tempat berkembangnya berbagai biota laut.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian PGI, pendeta Darwin Darmawan melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (11/6/2025).

Terkait pencabutan IUP di Raja Ampat, PGI mendesak industri pertambangan lebih serius menerapkan standar penambangan yang bertanggung jawab dan menghormati batas daya dukung lingkungan. Setiap industri pertambangan diharapkan menegakkan prinsip free, prior and informed consent (FPIC), sehingga kemitraan berkeadilan dengan komunitas lokal dan masyarakat adat menjadi norma yang dijunjung dalam relasi industri dengan masyarakat.
Dalam aktivitas pertambangan, lanjut Darwin Darmawan, para pelaku hendaknya mengedepankan efisiensi sumber daya, meminimalisasi terjadinya degradasi lingkungan, dan melakukan konservasi keanekaragaman hayati.
“Kami mendesak dunia industri pertambangan agar tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial jangka pendek, melainkan pada tanggung jawab sosio-ekologis jangka panjang. Pelaku industri ekstraktif juga harus memastikan upaya-upaya reklamasi dan restorasi ekologis berjalan bersamaan dengan aktivitas ekstraktif sebagai wujud kearifan industrial dan bukan sebagai beban pasca-tambang,” katanya.
Selain itu, pemerintah pusat dan daerah diharapkan lebih berhati-hati dan selektif dalam menerbitkan IUP, khususnya di wilayah dengan status konservasi tinggi, wilayah adat, daerah tangkapan air, serta daerah sekitar permukiman. Bahkan, PGI mendesak dihentikannya penerbitan IUP di kawasan-kawasan yang memiliki kerawanan ekologis, misalnya hutan tropis, kawasan danau dan pesisir, juga pulau-pulau kecil.
PGI, kata Darwin Darmawan, sangat mendukung program hilirisasi yang digaungkan pemerintah. Namun, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap aktivitas industri ekstraktif dalam kerangka hilirisasi senantiasa mengedepankan prinsip keadilan ekologis, transparansi dalam proses perizinan, menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta melibatkan masyarakat terdampak secara aktif sebagai mitra dalam memelihara kelestarian alam, kehidupan, dan mata pencarian.
“Jika terbukti ada pelaku industri ekstraktif yang melanggar prinsip-prinsip perlindungan dan pelestarian alam, pemerintah harus memerintahkan penghentian aktivitas tersebut, bahkan mencabut izin usahanya,” ujarnya.
Pertobatan Ekologis
Pendeta Darwin Darmawan berharap pimpinan gereja bisa menjadi teladan dalam mempraktikkan dan menyuarakan pertobatan ekologis. Gereja tidak boleh diam ketika alam terluka oleh berbagai praktik eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab, baik industri ekstraktif yang mencemari lingkungan maupun ekspansi perkebunan yang mengakibatkan deforestasi dan dampak-dampak sosial lainnya. (bsnn)