PERJUMPAAN yang terjadi itu tak terencana meski sebelumnya ada kabar kecil bahwa ada keinginan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo (GP), untuk bertemu dan melihat kegiatan Odesa Indonesia dengan jadwal yang tak jelas karena kesibukannya. Sungguh tiba-tiba jadwal itu muncul 11 Juni 2022 dan saya diajak hadir.
Saya katakan “ya,” karena ingin tahu lebih dekat sosok yang sebatas penglihatan saya begitu menarik kepribadian dan tindakan-tindakannya. Itu pun dengan syarat seperti yang saya sampaikan kepada Faiz Manshur sebelumnya, bahwa jika forumnya bergulir kepada pusaran pembicaraan pilpres 2024 maka saya akan diam bahkan mungkin saja ‘walk out.’ Syukurlah itu takterjadi, GP lebih menikmati arti silaturahmi, silang-bincang tentang kebudayaan, dan secara bersama prihatin atas rendahnya literasi kita sambil memperdebatkan kemungkinan-kemungkinan jalan keluarnya agar literasi bangsa Indonesia meningkat.
Ini kemudian disambung oleh Hawe Setiawan yang menyatakan banyak yang telah dan sedang dikerjakan semisal digitalisasi naskah-naskah Sunda kuno yang digarap bersama Perpustakaan Ajip Rosidi dibantu tenaga IT dari jejaring Basuki Suhardiman, meski masih banyak pula yang masih harus digali hingga kemungkinan penyebarannya. Kemudian Noe Firman sempat menyela tentang kemungkinannya pada 2024, GP langsung menyatakan tidak tertarik bicara pilpres karena ingin fokus pada diskursus budaya.
Selanjutnya saya ‘iseng’ ingin mengukur apakah ia ada perhatian terhadap hal-hal kecil tapi sesungguhnya mendasar semisal tentang ketersediaan air bersih yang merupakan hak azas setiap warga negara, sarana sanitasi yang baik bagi rakyat kecil, kesehatan ibu dan anak, pendidikan, serta ihwal lingkungan hidup khususnya yang berkenaan dengan kesadaran menanam pohon. Ini saya sampaikan karena, maaf, umumnya pejabat publik itu lebih suka kepada hal-hal gigantik, membuat bangunan itu dan ini (meski tetap penting dalam kategori memfasilitasi infrastruktur) karena memang bisa cepat terlihat dan bisa segera pula ‘gunting pita’ sebagai penanda pencapaiannya (lihat esai, Herry Dim, “Pemimpin Masa Depan,” Koran Gala, 25 Desember 2022).
Sementara yang saya kemukakan itu nyaris takterlihat, jarang menjadi perhatian, dan hasilnya baru akan terasa setelah melewati satu atau dua generasi.Bahkan, antara lain saya mencoba gurau meski selalu gagal memancing tawa, bahwa Indonesia untuk menjadi juara dunia sepak bola itu niscaya harus dipersiapkan sejak pemain-pemainnya masih di dalam kandungan ibunya.
Di luar dugaan, gurau saya yang takmembuat tawa itu langsung disambar dengan pernyataan “ya” yang tegas. GP selanjutnya begitu fasih mengurai bahwa kurangnya kualitas pertumbuhan bayi saat di dalam kandungan itu takdapat dikejar atau ditebus manakala setelah lahir. “Perbaikan pasca-lahir itu tetap penting dan pasti ada manfaatnya, tapi pertumbuhan semasa di dalam kandungan itu sugguh mendasar dan taktergantikan,” demikian antara lain ungkapnya. Uraian berikutnya tentu cukup panjang, tapi sedikit saja yang perlu dicatat, bahwa perbincangan ini lumayan jauh sebelum Harian Kompas menurunkan berita utama berjudul “Separuh Lebih Penduduk Tak Mampu Makan Bergizi” pada 9 Desember 2022.