LSM Kibar Laporkan Dirut PT LMI atas Dugaan Ilegal Mining di Blok Mandiodo
PT Luwu Mineral Indonesia yang melakukan aktivitas penambangan di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), diduga telah menggarap Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di ex lokasi PT Wanagon Anoa Indonesia.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koalisi Bersama Rakyat (Kibar), M. Nasroel Massie akan melaporkan dugaan Ilegal Mining yang dilakukan oleh PT Luwu Mineral Indonesia, pihaknya akan melaporkan Hasruddin, selaku Direktur PT. LMI ke Mabes POLRI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta.
Dugaan tindak pidana di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan itu berdasarkan fakta bahwa PT LMI telah melakukan kegiatan penambangan dalam Kawasan hutan tanpa perizinan dari pemerintah pusat di Desa mandiodo Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana di maksud dalam pasal 89 ayat (1) hurup a undang-undang RI. Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo. Pasal 17 ayat (1) hurup b angka 5 pasal 37 paragraf 4 Kehutanan Undang-Undang RI. Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
“Kami menduga selain tanpa perizinan, PT LMI adalah penambang koridor yang telah melakukan pencemaran lingkungan, penggelapan dokumen pengiriman,” ungkap Ketua Kibar yang juga mantan Bupati LIRA Kabupaten Kolaka Minggu (23/1)
“Parahnya, belum lama setelah Operasi penertiban dan pembersihan tambang ilegal di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara yang dilakukan tim gabungan Bareskrim Mabes Polri, Gakkkum KLHK dan Polda Sultra pada bulan Oktober 2022, di penghujung Desember 2022 PT LMI masih berani melakukan penjualan ore.”ungkapnya seraya menambahkan sebagai Ketua LSM Kibar yang berusaha menghubungi Hasruddin, Direktur PT. Luwu Mineral Indonesia tak berhasil dikonfirmasi di dua nomor HP/WA tak ada yang aktif.
Untuk diketahui, dalam pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Dimana pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan.
(k01)