Indonesia Dijadwal Mulai Kurangi Hidroflorokarbon di 2024
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Amendemen kelima Protokol Montreal, yang dikenal dengan Amendemen Kigali. Amendemen yang akan mulai berlaku pada 14 Maret 2023 tersebut, mengatur pengurangan produksi dan konsumsi Hidroflorokarbon (HFC) secara global.
“Senyawa ini merupakan alternatif pengganti dari Hidrokloroflorokarbon (HCFC), bukan merupakan Bahan Perusak Ozon (BPO) tapi merupakan Gas Rumah Kaca (GRK) yang berpotensi menyebabkan pemanasan global. Pengendalian konsumsi HFC melalui penerapan Amendemen Kigali akan membantu mencegah pemanasan global sampai dengan 0,4°C pada tahun 2100, dan tentunya tetap melindungi lapisan ozon,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Laksmi Dhewanthi dilasir laman resmi KLHK, Sabtu (28/1/2023).
Laksmi menyampaikan bahwa sesuai jadwal pengurangan konsumsi HFC yang telah ditetapkan, Indonesia akan memulai pengendalian pada tahun 2024 dengan mengembalikan konsumsi HFC ke baseline.
Angka baseline merupakan konsumsi HFC pada tahun 2020-2022 ditambah dengan 65% baseline konsumsi HCFC, mengingat saat ini Indonesia juga masih dalam proses penghapusan HCFC sampai dengan tahun 2030. Setelah itu pengurangan konsumsi akan dilakukan secara bertahap mulai dari pengurangan 10% pada 2029, 30% pada 2035, 50% pada 2040, dan 80% pada 2045.
Dalam memenuhi target pengurangan tersebut, KLHK bersama dengan seluruh pemangku kepentingan akan menyusun skenario pengurangan konsumsi dengan mempertimbangkan kepentingan dan prioritas nasional. Skenario ini sangat mungkin untuk terus berkembang, sesuai perkembangan teknologi alternatif pengganti HFC, kesiapan pasar industri dan pasar serta aspek sosial dan ekonomi.
“Oleh karena itu, sosialisasi dilakukan kepada pemangku kepentingan terutama pelaku industri selaku pengguna, importir, dan asosiasi industri. Untuk lebih memahami Amendemen Kigali dan target peta jalannya, peran pakar juga menjadi penting melalui pendekatan sains atau riset,” kata Laksmi.
Dengan sosialisasi ini, diharapkan dapat menyebarluaskan informasi mengenai pengaturan Amendemen Kigali dan memperkuat upaya kolektif seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai target pengurangan konsumsi HFC di Indonesia.
Sebagai negara pihak Amendemen Kigali, Indonesia akan mendapatkan banyak manfaat antara lain meningkatkan daya saing industri nasional dengan mendorong pertumbuhan inovasi teknologi yang lebih ramah lingkungan, meningkatkan kapasitas SDM untuk menangani teknologi alternatif pengganti HFC yang mudah terbakar, dan peluang meningkatkan efisiensi energi melalui penggunaan bahan alternatif pengganti HFC.
Pengendalian konsumsi HFC juga akan akan menambahkan target dan aksi mitigasi dalam kontribusi yang ditetapkan secara nasional kedua (Second NDC) pada tahun 2024.
Berdasarkan hasil inventarisasi penggunaan HFC selama periode 2015-2019, terdapat lima jenis HFC yang paling banyak diimpor yaitu HFC-134a dengan GWP 1.430; HFC-32 dengan GWP 675; R-410A dengan GWP 2.087,5; R-404A dengan GWP 3.921,6, dan R-407C dengan GWP 1.773,85, yang banyak digunakan pada industri pendingin dan tata udara. Namun begitu, sektor penggunaan HFC tidak terbatas pada industri pendingin dan tata udara, tapi juga mencakup industri busa (foam), pencegah kebakaran (fire suppressant), pelarut (solvent), dan lain-lain. Jenis dan sektor penggunaan HFC mungkin akan bertambah sesuai perkembangan teknologi.