Tammatan SMK Sumbang Angka Penggangurannya Paling Tinggi di Sultra
Pengamat Ekonomi Sulawesi Tenggara, Dr Syamsir Nur mengatakan karakteristik dari pengangguran terdidik adalah mereka kelompok angkatan kerja yang memiliki pendidikan SMK SMA maupun perguruan tinggi.
Menurutnya, kasus pengangguran terdidik relatif unik karena mengalami peningkatan, meski tidak signifikan.
Untuk tamatan SMK pada tahun 2021 sebanyak 5,12 persen kemudain naik di 2022 menjadi 5,27 persen.
Disusul tamatan SMA pada tahun 2021 sebanyak 6 54 persen dan mengalami penurunan di 2022 sebesar 4,88 persen.Kemudian tamatan DIV hingga S3 mencapai 4,69 sampai 5,11 persen.
“Tamatan SMK kejuruan itu yang paling tinggi, setelah itu SMA. Itu angkanya cukup besar, kalau SMK lima koma sekian persen, SMA 4,8 persen dan seterusnya,” kata Syamsir, yang juga dosen pasca di Universitas Halu Oleo Rabu (22/2) lalu.
Kata dia, angka pengangguran terdidik atau tenaga kerja yang memiliki pendidikan tersebut secara keseluruhan mencapai 80 persen.
Ia menyebut angka tersebut menjadi penyumbang tertinggi angka pengangguran secara umum atau keseluruhan.
Meskipun angka pengangguran secara umum atau pengangguran terbuka di Sultra trennya justru menurun setiap tahunnya. Di tahun 2022 mengalami penurunan 3,36 persen dibandingkan tahun 2021 yakni 3,92 persen.
“Sebetulnya secara tren kondisinya sudah mulai menurun, tingkat pengangguran terbuka kita mulai turun. Hanya saja memang untuk kasus pengangguran terdidik itu relatif unik karena dia mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan,” ungkapnya.
Menurutnya tingginya angka pengangguran terdidik yang pertama karena ada mismatch atau tidak kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki pekerja dengan pasar kerja.
Kedua, dunia usaha maupun dunia industri di Sultra itu sangat terbatas, sehingga tidak mampu menjadi sumber lapangan kerja.
Akibatnya mau tidak mau, pengangguran terdidik atau tenaga kerja yang punya pendidikan ini menunggu untuk melakukan pekerjaan di sektor pemerintahan.
“Itu problemnya sebenarnya. Jika tidak ditangani dengan baik bisa jadi bom waktu,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi angka pengangguran yang didominasi oleh pendidik cukup tinggi, menurutnya peran pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten sangat dibutuhkan peningkatan kualitas terhadap tenaga kerja yang terididk tersebut.Seperti melalui upskilling yakni meningkatkan skil berdasarkan kebutuhan pasar kerja atau melakukan reskilling yang disesuaikan dengan kelas pendampingan atau pelatihan.
“Supaya bisa sesuai atau matching, ini nanti diterjemahkan oleh opd teknis untuk bisa dilakukan,” ujarnya.
Sebab menurutnya, persoalan tenaga kerja bukan hanya disektor Hulunya untuk bisa menyiapkan tenaga kerjanya, melajnkan disektor hilir juga harus dipastikan ada investasi, industri atau dunia usaha yang bisa menampung tenaga kerja yang terdidik tadi.
“Apalagi sekarang sultra masuk sebagai provinsi yang bonus demografi, ini mesti dimachting kan dengan bagaimana menyelesaikan problem pengangguran terdidik,” tutupnya. (k12)