Menyuji Metamorfosa; Catatan Diskusi di Pembukaan Pameran Kartun Makassar (bagian satu)
Penulis : Sapril Akmady

Ada hal yang tak biasa saat menghadiri perjumpaan di pameran kartun Makassar 2023. Pameran kartun pertama yang dihelat di Gaeri senirupa anjungan Pantai Losari merupakan pameran kartun pertama yang dilakukan di kota ini.
Saya mengenal teman teman yang aktif bersua di beberapa rangkaian pameran senirupa di Makassar. Meski bukan penggiat, pameran kartun ini memanggil saya untuk berkunjung bukan saja karena minat dan perhatian terhadap dunia illustrasi dan kartun tetapi setidaknya dalam hidup saya pernah membuat dua buku kartun dengan tema budaya Maluku.
Mulai dari sketsa, coloring, layout sampai publishingnya. Meski dipublish terbatas namun dua buku ini cukuplah untuk membuat pede berkumpul bukan Hanya sebagai pemerhati tapi pelaku juga.
Namun, saya ingin membagi topik menarik di diskusi hari pertama ini. Berbagai kondisi pemetaaan yang cukup dunia senirupa saat ini dipaparkan Faisal Syarif. Kemudian disambung dengan kondisi geliat komunitas lokal di
Makassar dipaparkan cukup apik oleh Ka Uci. Saya menambahkan sedikit tentang bagaimana gerakan seniman ini bisa berdampak dalam konteks pengembangan masyarakat. Dan sebagai Pamungkas, ada tetta Asmin yang memberi semangat dalam bentuk Brother”art”hood. Semangat persaudaraan melalui seniman sebagai interpretasi nilai siri na pacce dalam unsur lokal.
Semangat yang cukup mengusik para Seniman apakah seni ini dapat mempersaudarakan kita sebagai manusia. Karena waktu yang singkat, melalui catatan ini ada beberapa hal yang ingin saya tambahkan sekaitan dengan narasi bagaimana semangat tadi dapat bermetamorfosa menjadi aksi. Metamorfosa dari kata kerja pikirkan, suarakan dan aksikan.
Saya memulainya dengan narasi global. Bagaimana tantangan dari dunia global dan perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) memang signifikan dan berpotensi mengubah lanskap seni rupa modern secara drastis.
Tantangan globalnya adalah Globalisasi itu sendiri: ada Komodifikasi Seni: Dalam ekonomi global, ada risiko bahwa seni akan menjadi semakin komodifikasi, di mana nilai artistiknya bisa terkikis oleh kepentingan pasar. Lalu, ada situasi persaingan yang Ketat dimana Seniman harus bersaing di pasar global, yang sering kali didominasi oleh merek dan seniman yang sudah mapan.Tantangan selanjutnya adalah Kehilangan Identitas Lokal bahwa dalam dunia yang semakin global, ada kemungkinan kehilangan identitas dan keunikan budaya lokal.
Selanjutnya bagaimana dengan adanya teknologi kecerdasan buatan. Adanya Penciptaan Otomatis: AI sekarang bisa menghasilkan karya seni, yang menimbulkan pertanyaan tentang keaslian dan keunikan karya seni manusia. Lalu Pekerjaan dan Ekonomi: Keberadaan AI dalam produksi seni juga menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan pekerjaan untuk seniman manusia. Dan tentu saja ada tantangan terhadap Etika dan Hak Cipta: Siapa yang memiliki hak cipta dari karya seni yang dibuat oleh AI? Ini adalah isu hukum dan etis yang masih dalam perdebatan. Hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi skena senirupa moderen yang sedikit banyaknya akan berpengaruh keseluruh aspek lokal Komunitas kita.
Dunia seni rupa modern memiliki potensi besar untuk berkontribusi terhadap perubahan sosial, terutama karena seni seringkali bertindak sebagai bentuk komunikasi yang dapat menjangkau banyak orang dan mempengaruhi perubahan persepsi atau sikap. Berikut beberapa Langkah spesifik yang mungkin bisa dijadikan referensi:
Insiasi Pendidikan dan Kesadaran: Menyampaikan Isu Sosial: Seni bisa digunakan untuk mengangkat isu-isu sosial, politik, atau lingkungan yang seringkali diabaikan atau disalahpahami.
Menyediakan Konteks dan Narasi: Karya seni bisa memberikan sudut pandang atau konteks baru yang bisa mempengaruhi cara orang memahami sebuah isu.
Bekerja memberdayakan: Mengangkat Suara yang Terpinggirkan: Seni rupa modern bisa memberikan platform bagi kelompok yang seringkali tidak terdengar atau terlihat dalam masyarakat. Promosi Diversitas dan Inklusivitas: Seni dapat digunakan untuk mempromosikan budaya inklusif, menghargai perbedaan dan keberagaman.
Malakukan Mobilisasi dan Aksi: Penggalangan Dana dan Dukungan. Karya seni bisa dijual atau dilelang untuk menggalang dana bagi sebab sosial.
Pembangunan Komunitas: Projek seni berskala komunitas bisa meningkatkan solidaritas dan kohesi sosial, terutama jika melibatkan partisipasi masyarakat.
Menggiatkan Kritik dan Refleksi: Membuka Ruang Dialog: Seni sering memicu diskusi dan debat yang bisa membuka ruang untuk kritik sosial atau refleksi kolektif.
Mengubah Persepsi: Karya seni yang provokatif atau inovatif bisa mempengaruhi opini publik dan merangsang perubahan pada tingkat sosial atau bahkan kebijakan.
Selain tantangan tentu ada peluang. Namun saya ingin menarik batas bahwa di hingar bingar tentang peluang itu disadari atau tidak dunia bergeser ke arah kapitalistik global. Yang tentu saja sekali lagi mempengaruhi kondisi lokal, yah, kondisi disekitar kita. Betapa susahnya mencari peluang bagi aktivitas semacam pameran seperti ini sangat gamblang diuraikan pak Asis pengelola galeri seni anjungan Pantai losari yang dilengkapi dengan kecurigaan Bang Fausi tentang betapa Makassar memang mempunyai akar sebagai kota bandar, yang ketika sebuah ide dilempar maka tentulah ada perhitungan untung rugi dan selisih yang harus ada. Menarik. Tetapi apakah memang seperti itu. Dari Pengantar yang disuarakan oleh motor kegiatan ini, saudara makmun Bungsu kemudian kita bisa melihat bahwa bagaimana semangat itu ada nilai “BERDIKARI” disana. Ada semangat berdiri di atas kaki sendiri.
Jika ingin melihat contohnya ada beberapa contoh yang bisa diambil. Malam tadi saya hanya mengambil contoh bagaimana pekerja film dokumenter di tanah jawa membuat koperasi untuk membiayai aktivitas metamorfosa ide ide mereka. Disini, yuk kita lihat beberapa contoh lain disini, contoh nyata tentang bagaimana seni rupa modern berkontribusi terhadap perubahan sosial;
1. Banksy dan Aktivisme Jalan. Seniman jalanan Banksy dikenal luas untuk karyanya yang sering kali berisikan komentar sosial dan politik. Melalui seni, dia membuka dialog tentang berbagai isu seperti perang, pengawasan, dan ketidaksetaraan sosial.
2. ”The Fearless Girl” di Wall Street. Patung “The Fearless Girl” di Wall Street, New York, menjadi simbol feminisme dan pemberdayaan perempuan dalam dunia bisnis yang didominasi pria. Instalasi ini memicu diskusi luas mengenai kesetaraan gender di tempat kerja.
3. Ai Weiwei dan Hak Asasi Manusia. Seniman dan aktivis Tiongkok, Ai Weiwei, menggunakan seni sebagai alat protes dan pemberdayaan. Karyanya seringkali berfokus pada isu hak asasi manusia dan kebebasan sipil.
4. Proyek Seni di Favelas Brasil. Di Brasil, seni digunakan untuk membawa perubahan sosial di favelas. Proyek seperti “Favela Painting” tidak hanya memperindah lingkungan tetapi juga memberdayakan penduduk lokal melalui pelatihan dan pekerjaan.
5. #MeToo Monument oleh Kristen Visbal. Kristen Visbal menciptakan sebuah monumen sebagai bentuk solidaritas dengan gerakan #MeToo. Ini adalah contoh bagaimana seni bisa digunakan untuk mengangkat suara yang sering kali terpinggirkan dan menciptakan ruang bagi dialog dan perubahan.
6. Proyek Kesenian Komunitas di Indonesia. Di Indonesia sendiri, ada beberapa proyek seni yang fokus pada pembangunan komunitas dan perubahan sosial. Misalnya, “Rumah Sanur” di Bali yang berfungsi sebagai ruang kreatif untuk seniman lokal dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni yang berorientasi pada dampak sosial. Dan tentu masih banyak lagi.
Melalui manajemen program yang efektif dan kemitraan dengan pihak-pihak relevan, seni rupa modern bisa menjadi alat yang sangat kuat untuk menciptakan perubahan sosial yang berdampak. (**)
Penulis adalah peneliti kebudayaan