Perhelatan Piala Dunia Qatar 2022 telah usai. Argentina keluar sebagai kampiun setelah kandaskan Prancis melalui adu penalty. Dan, Lionel Messi, tidak lagi terbantahkan sebagai yang terbaik sepanjang masa, the greatest of all time (GOAT).
Tetapi, CJ Werleman, seorang jurnalis asal Australia, memiliki pandangan lain. Menurutnya, jauh hari sebelum Messi dan kawan-kawan merengkuh Trofi Piala Dunia itu, Islam justeru telah keluar sebagai pemenang.
Piala dunia Qatar 2022 yang mengusung tema ‘menjembatani jarak’, benar-benar diwujudkan secara nyata oleh Pemerintah dan Masyarakat Qatar. Sehingga tema itu bukan sekadar slogan. Sebagai tuan rumah, Qatar memperlakukan tetamunya dengan penuh rasa hormat. Makanan dan minuman disajikan secara gratis. Mereka bahkan tidak dibiarkan sampai terlantar.
Irwin, seorang penonton asal Australia, menulis di media sosialnya bahwa ia tidak punya tempat menginap gegara sistem kartu pembayarannya bermasalah. Ia pun berencana berkemah dan tidur di pantai, jika tak menemukan alternatif. Hal itu baginya tak masalah, karena selain suka berkemah, ia juga memang membawa peralatan untuk itu. Tetapi, siapa yang peduli?
Namun, alangkah kagetnya Irwin tatkala seorang lelaki Qatar yang tak ia kenal menghubungi dan menawarkan untuk menginap diperkemahan mewah milik keluarganya. Irwin menerima tawaran itu meski tetap saja ada rasa curiga dan was-was. Terlebih setelah sadar kalau dirinya dibawa pergi ke tengah gurun pasir yang jauh dari Kota Doha.
Sesampainya di perkemahan keluarga lelaki Qatar itu, Irwin justeru merasa malu sendiri ketika menemukan dirinya diperlakukan demikian sangat baik dan penuh rasa hormat. Sebab, selain menginap di sebuah tenda yang sangat mewah, Ia juga diberi dua orang pembantu menemani.
Irwin sungguh merasa takjub, karena belum pernah mendapat perlakuan semacam itu dari orang asing manapun selama hidupnya.
“Saya terkesima,” tulisnya di akun instagramnya.
Pengalaman lain yang tak kalah mengejutkan bagi Irwin adalah saat bertemu dengan sang pemimpin tertinggi Qatar di pinggir jalan. Ceritanya, saat keluar dari stadion, Irwin berjalan tertatih-tatih menyeberang jalan, karena kakinya sakit. Dari belakang, sebuah mobil mewah menghampiri lalu menyapanya, “Terima kasih anda telah datang di negeri kami.”
Mendengar itu, Irwin spontan menoleh lalu mencoba ramah sambil mengulurkan lengannya untuk berjabat tangan. Setelah pengendara mobil itu berlalu, seorang warga Qatar lainnya mendekat.
“Apa anda tahu dengan siapa anda berjabat tangan barusan?” tanyanya. Ditanya begitu, tentu saja Irwin bengong. “Dia Syaikh Tamim Al Thani, Raja Qatar,” lanjut orang itu.
Alangkah terkejutnya Irwin ketika mengetahui bahwa ia baru saja berjabat tangan dengan sang raja. Sangking kagetnya, Ia tak bisa berkata-kata. Namum sejurus kemudian, ia berucap dengan terbata-bata, “Wwwow, betapa beruntungnya saya, bukan?”
Pengalaman Irwin itu kemudian ia unggah di media sosial yang membuat dunia terbelalak. Tentu tak percaya, sebab bagaimana mungkin ada seorang raja yang demikian terhormat, mau berendah hati melakukan hal semacam itu, di pinggir jalan pula. Namun Irwin semenjak itu, persepsinya tentang Islam telah berubah 180 derajat.
Keramahan Islam di Qatar, sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh Irwin seorang. Tetapi sangat banyak “Irwin-Irwin “lainnya, juga mengalami hal yang sama. Hal itu disebabkan oleh Masyarakat Qatar sendiri memang proaktif mengajak dan menjamu pengunjung asing yang ditemuinya.
Keramahan itu mereka juga temukan di café-café di seluruh Qatar. Di sana disediakan makanan dengan harga murah, bahkan ada yang gratis. Satu porsi makanan cukup dinikmati tiga orang. Mereka lantas membandingkan harga makanan di negaranya. Harga satu porsi, selain mahal, juga nyaris tak cukup dinikmati satu orang.
Suasana Qatar yang digambarkan secara luas, ramah dan inklusif itu, belum pernah terjadi pada piala dunia sebelumnya. Terbukti keluarga dan wanita, merasakan paling aman menonton sepak bola untuk pertama kalinya.
Coba tengok keakraban yang dipertontonkan supporter AS dan Iran sebelum dan sesudah AS vs Iran bertanding. Mereka tetap saja bernyanyi dan berjoged bersama. Lalu bandingkan dengan supporter Inggris dan Wales yang bentrok secara brutal. Padahal pertandingan Inggris vs Wales, masih tiga hari kemudian.
Lucu, sebab piala dunianya di Qatar, sedang bentroknya terjadi di sebuah bar di Canary Island, Spanyol. Tentu semua maklum penyebab bentrok itu terjadi. Pada akhirnya, penonton piala dunia di Qatar pun menyadari, mengapa otoritas Qatar melarang penjualan alkohol selama turnamen berlangsung.
Menurut CJ Werleman yang mengaku seorang ateis itu, kebersamaan yang ramah dan inklusif, serta saling menghormati dalam ketulusan, ditemukan di Qatar karena ajaran Islam. Islamlah satu-satunya agama di dunia ini yang tak bisa dibajak oleh rasisme.
Mengapa? Sebab dalam pandangannya, Islam tidak hanya mempromosikan penegakan keadilan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia, tetapi juga mengajarkan bagaimana hidup bersama dalam damai dan harmoni, tanpa memandang ras, kelas, dan kepercayaan.
Apa yang terjadi kemudian? Setelah mengalami realitas Qatar sesungguhnya, penonton asing, terutama dari Barat, kemudian menyimpulkan bahwa mereka selama ini telah dibohongi oleh media-media di negaranya tentang Islam.
Mereka pun lantas mencari tahu apa itu Islam di Qatar. Dampaknya, dilaporkan ada sampai seribuan memutuskan memeluk Islam. Terhadap fenomena itu, muncul jokes di kalangan mereka sendiri. “Datang sebagai David, pulang sebagai Dawud.”
Melalui Piala Dunia Qatar, Islam telah berhasil mempertontonkan sekaligus mengajarkan kepada penonton global tentang ahlak Islam. Dan, sebagai suatu kebenaran, Islam memiliki cara unik untuk mengungkapkan diri kepada para pembencinya.
Makassar, 22 Desember 2022