PERHAPI Sultra Hadiri Undangan FGD Satgas 4 KPK
Bahas Soal Perizinan Pelaku Usah Pertambangan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama asosiasi Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Sulawesi Tenggara menghadiri undangan Focus Group Discussion (FGD) terkait kendala berusaha dan titik rawan korupsi sektor tambang dan minerba serta seminasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) pencegahan korupsi KPK yang diwakili oleh juru bicara PERHAPI Sultra Ahmad Faisal, ST serta dua pengurus lainnya.
Pada kesempatan itu, Ahmad Faisal, memberikan masukan serta persepsi beberapa point penting terkait perizinan melalui proses izin antara lain meminta KPK melakukan konstribusi pemikiran ke Kementerian ESDM dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen MINERBA) kaitannya Minerba One Data Indonesia (MODI) Izin Usaha Pertambangan (IUP) batuan sebaiknya diserahkan penuh proses evaluasi serta upload system servernya oleh ESDM Provinsi.
Menurut Ahmad Faisal, dengan diserhkan ke pihak ESDM Provinsi agar tenaga teknis di Kementrian ESDM dalam hal ini Ditjen minerba lebih fokus dan konsentrasi menangani kebijakan dan perizinan termasuk evaluasi RKAB minerba yang penanganannya termasuk permasalahannya menjadi penanganan daerah apalagi penyelesaiannya tidak monoton dan melalui koordinasi saja ke pusat.
“PERHAPI Sultra mengingatkan tidak ada lagi bentuk perizinan terkait RKAB dilakukan secara manual atau bertatap muka langsung kaitannya dengan perizinan ini serta penegasan regulasi mengatur setiap penolakan berkas misalnya karena tidak kesesuaian dokumen wajib diberi penjelasan tertulis melalui email di setiap permasalahannya” ungkap Ahmad Faisal dalam keterangan pers yang diterima beritasulawesi.co.id Rabu (10/7) tadi malam.
Kemudian, lanjut Faisal, di setiap ada penyerahan perbaikan dokumen wajib ditanggapi misalnya maksimal 3 hari kerja dan bila tidak ada balasan terkait perbaikan tadi dianggap tahapan proses ini diterima tentu proporsi tenaga teknis juga disesuaikan dan server atau system eRKAB ini juga diakses dan dipantau langsung KPK tentu mulanya terdapat kendala namun penyesuainnya ke depan lebih tertata baik.
“Jika Terjadi Jeda atau kendala teknis misalnya terjadi kerusakan atau gangguan pada system eRKAB lalu disiasati secara manual, bertatap muka dengan alasan meminimalisir waktu tidak dapat lagi dibenarkan karena berpeluang ada potensi gratifikasi atau transaksional baik pemberi imbalan maupun penerima imbalan pada proses RKAB tersebut” jelasnya.

Ahmad Faisal dalam keterangan persnya, juga meminta relaksasi kebijakan proses pengurusan eRKAB kepada perusahaan yang IPPKH bila konsesinya berada di Kawasan hutan, Feasibility Study (FS) nya masih tersesuaikan, Amdalnya masih mutahir, taat PNBP namun kelengkapan syarat RKAB nya belum terpenuhi semua atau masih dalam proses penyelesaian kiranya diberi kesempatan melakukan kegiatan produksi namun dibatasi melakukan penjualan sebagai garansi ketaatan sebagai pelaku usaha sebab terhentinya kegiatan produksi ini justeru dianggap tidak sesuai kaidah pasal 33 ayat (3) UUD 1945 hubungannya kemakmuran rakyat sebab masyarakat lokal yang sejak belum
Berdirinya usaha pertambangan mereka berprofesi sebagai petani atau nelayan namun lahan mereka beralih fungsi menjadi Kawasan pertambangan serta dampak sedimentasi di pesisir pantai sehingga hilanglah pendapatan mereka sebagai bagian dari kearifan lokal, tertutupnya kios klontong, tukang masak, jasa pencuci pakaian manual sehingga sangat mempengaruhi multy plater effect termasuk pelaku usaha diperhadapkan kewajiban separuh upah karyawan akibat dirumahkan, penyedia jasa sarana pendukung sewa alat berat juga terhenti padahal pendapatan-pendapatan dari gaji karyawan, kontrak alat berat ada porsi pajak ke negara yang harus terhenti termasuk pendapatan asli daerah (PAD) juga ikut terhenti di tengah melemahnya perekonomian kita,
Ahmad Faisal justeru menyayangkan negara terkait kebijakan divestasi saham PT.Vale Indonesia Sulawesi Tenggara sebagai salah satu daerah dampak dan penghasil justeru tidak dilibatkan memiliki separuh saham divestasi padahal bila kita berfikir rasional lahan konsesi ini milik negara yang harusnya dinilai menjadi bargaining saham tanpa mengeluarkan dana negara atau berupa pinjaman.
“Tidak hanya itu, pasca penyerahan kewenangan provinsi ke pusat serta rekonsiliasi IUP sebelum pengalihannya ada beberapa iup yang telah berakhir masa berlakunya turunan dari kabupaten, tidak terdaftar di rekonsiliasi provinsi namun tiba – tiba sudah ada di Modi menunggu RKAB nya terbit ini juga diduga praktek back date, ini juga menjadi fokus agenda Perhapi Sultra kepada KPK menjadi mitra dalam pencegahan korupsi pada sektor pertambangan”ujar Mantan Pengurus Perhapi Pusat ini.
Kegiatan FGD yang berlangsung Rabu 10 Juli 2024 dimulai pukul 14:00 wita hingga 16:30 wita kegiatan ini diinisiasi KPK dan KADIN Sultra dihadiri oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Sulawesi Tenggara dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
(bsnn)