Tragedi Berdarah yang Menggemparkan Kendari
ASN TNI yang Tikam Keponakannya Bripka Abdul Salman

Insiden penikaman yang menewaskan Bripka Abdul Salman menjadi perhatian publik karena melibatkan hubungan keluarga dan status pelaku sebagai ASN TNI.
Peristiwa ini tidak hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga memunculkan banyak pertanyaan mengenai motif, kondisi pelaku, serta rekam jejak korban yang dikenal sebagai polisi berprestasi sekaligus pelatih paralayang.
Bripka Laode Abdul Salman, polisi berusia 34 tahun, tewas ditikam oleh pamannya sendiri yang berinisial J atau Junaido, seorang aparatur sipil negara (ASN) TNI yang bertugas di Denbekang Korem 143/HO Kendari.
Penikaman tersebut terjadi pada Sabtu (15/11/2025), sekitar pukul 01.30 Wita, di rumah pelaku yang berada di Jalan Budi Utomo Lorong Merak, Kelurahan Mataiwoi, Kecamatan Wua-Wua, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Korban yang merupakan anggota Polres Tolikara, Polda Papua Pegunungan, sedang berada di Kendari untuk melatih anggotanya menjelang turnamen paralayang. Karena memiliki hubungan keluarga, Bripka Abdul Salman menginap di rumah tantenya, yang merupakan istri dari pelaku.
Sebelum tragedi terjadi, Junaido baru saja pulang dari tugas jaga di Mako Denbekang. Saat tiba di rumah, ia melihat korban berada di dalam rumah tanpa diberi kabar sebelumnya oleh sang istri.
Kondisi pelaku yang diduga dalam keadaan mabuk justru memicu perselisihan dengan anaknya. Melihat keributan itu, korban turun tangan untuk melerai.
Namun niat baik Bripka Abdul Salman justru dibalas dengan tindakan brutal. Pelaku mengambil sebilah badik dan menyerang korban hingga tewas di tempat. Setelah itu, pelaku keluar rumah sambil membawa senjata tajam tersebut.
Penangkapan Pelaku oleh Tim Resmob
Melihat situasi genting, warga sekitar menghubungi pihak kepolisian. Tim Resmob Polda Sultra segera menuju lokasi dan menemukan pelaku masih memegang badik.
Karena pelaku sempat melakukan perlawanan, polisi harus melakukan pendekatan dan negosiasi sebelum akhirnya berhasil mengamankannya.
Pelaku kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Kendari karena ditemukan juga mengalami luka di tubuhnya. Hingga saat ini, pihak kepolisian masih mendalami motif yang menyebabkan penikaman terhadap Bripka Abdul Salman.
Pengakuan dan Alasan Junaido
Dalam rekaman yang didokumentasikan kepolisian, Junaido mengaku bahwa dirinya kecewa karena istrinya tidak memberi tahu soal kedatangan keponakannya.
Ia menegaskan bahwa sebenarnya tidak memiliki masalah pribadi dengan Bripka Abdul Salman, tetapi merasa tidak dihargai oleh sang istri lantaran tidak diberi kabar tentang kedatangan tamu keluarga.
Junaido menyebut ia sangat menyayangi istrinya, tetapi pulang dalam kondisi kelelahan setelah piket dan mendapati korban berada di rumah tanpa pemberitahuan membuat emosinya tidak terkendali.
Kronologis versi Keluarga dan Polisi
Menurut keterangan H, istri pelaku, kejadian bermula saat ia dan anaknya, FI, sedang beristirahat menjelang tengah malam. Pelaku pulang dalam kondisi mabuk, lalu terlibat cekcok dengan H dan FI. Bahkan, J sempat mencoba menyerang keduanya menggunakan pisau.
Bripka Abdul Salman yang mendengar keributan tersebut berusaha melerai. Ia meminta tante dan sepupunya keluar rumah untuk mengamankan diri. Namun setelah itu, pelaku justru mengalihkan serangan kepada korban.
FI, yang berusia 20 tahun, membenarkan bahwa ayahnya sering menganiaya ibunya saat mabuk. Ketika melihat ayahnya membawa pisau dan mengamuk, FI berusaha lari keluar rumah dan meminta bantuan tetangga.
Seorang warga kemudian mencoba menenangkan pelaku yang memecahkan kaca rumah. Setelah situasi mulai mereda, warga masuk dan menemukan korban sudah tidak bernyawa dengan tubuh berlumuran darah.
Setelah menerima laporan, tim Resmob Polda Sultra dan Tim Identifikasi Polresta Kendari mendatangi lokasi kejadian. Korban kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara pada pukul 03.40 Wita untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Sosok Junaido
Junaido, pria berusia sekitar 43 tahun ini, merupakan ASN yang bekerja di lingkungan TNI AD. ASN TNI bukanlah prajurit, melainkan pegawai sipil yang memberikan dukungan administratif dan layanan pendukung bagi institusi militer.
Dalam keterangannya, Junaido mengakui bahwa ia marah karena tidak diberi tahu tentang kedatangan keponakan istrinya. Namun, ia menegaskan tidak memiliki dendam terhadap korban.
Sosok Bripka Abdul Salman
Bripka Abdul Salman lahir di Jayapura pada 8 Desember 1988. Selain bertugas di Polres Tolikara, ia juga dikenal sebagai pelatih paralayang. Paralayang merupakan olahraga udara dengan menggunakan parasut khusus dari ketinggian dan memanfaatkan angin untuk terbang.
Menurut AKP Gayuh Pambudhi Utomo, korban datang ke Kendari untuk mendampingi atlet paralayang dalam pertandingan. Setelah rangkaian kegiatan selesai, ia menginap di rumah tantenya.
Memiliki keluarga besar di Muna, Bripka Abdul Salman dikenal sebagai sosok yang berdedikasi tinggi dalam tugas maupun sebagai pelatih. (bsnn)




