Dana Rp 200 Triliun melalui Perbankan Untuk Stabilitas Perekonomian

Kebijakan penggelontoran dana Rp 200 triliun melalui perbankan dinilai mampu menjaga stabilitas perekonomian sekaligus mendorong aktivitas sektor riil. Langkah ini diambil menyusul tren penurunan pertumbuhan base money usai Lebaran yang dinilai berpotensi membatasi ruang ekonomi nasional.
Staf Kantor Komunikasi Presiden, Fihtra Faisal Hastiadi, menjelaskan gagasan awal kebijakan ini berasal dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyoroti pola pertumbuhan base money di Indonesia.
“Setelah Lebaran, biasanya turun lagi. Potensi turunnya base money itu berkorelasi dengan terbatasnya ruang-ruang ekonomi, sehingga perlu ada intervensi,” katanya Rabu (17/9).
Menurut Fihtra, intervensi dilakukan dengan menambah likuiditas di perbankan agar tercipta efek multiplikasi terhadap perekonomian. “Hal itu kemudian disambut positif oleh Presiden. Tidak lama setelah wacana itu keluar dari Menteri Keuangan, langsung disetujui Presiden. Sehingga dalam minggu itu juga segera disalurkan,” tegasnya.
Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Rian Kiryanto, menekankan pentingnya agar dana Rp 200 triliun tersebut tidak mengendap di perbankan dan benar-benar dirasakan sektor riil.
Menurut Rian, aturan sudah menetapkan bahwa bank-bank penerima dana wajib segera menyalurkannya dalam jangka waktu tertentu. Penyaluran ditujukan untuk berbagai sektor, mulai dari korporasi, UMKM, hingga kegiatan komersial.
“Menteri Keuangan sudah berkomitmen untuk melakukan tracking terhadap serapan likuiditas oleh bank-bank Himbara. Harapannya, dana itu benar-benar mengalir ke sektor-sektor produktif, terutama yang menopang program strategis nasional,” ujarnya.
Ia optimistis bank-bank pelat merah akan segera memetakan sektor-sektor yang layak menerima fasilitas kredit. Selain itu, perbankan juga perlu lebih aktif menggugah para pelaku usaha untuk memanfaatkan peluang ini.
“Dugaan saya lending rate akan turun. Apalagi hari ini kita mendapat kabar baik, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menurunkan BI Rate dari 5% menjadi 4,75%. Dunia usaha saat ini benar-benar mendapat berkah besar, satu sisi fiskal cukup dan likuid, sisi lain kebijakan moneter juga pro-pertumbuhan,” jelas Rian. (bsnn)



