Politik

Muhammad Endang.SA : Belum Ada Korelasi Antara Demokrasi dan Kesejahteraan Rakyat

Dari diskusi Kahmi Sultra : Sistem Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka ?

Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, kabar pelaksanaan pemilu sistem proporsional terbuka dan tertutup ramai dibicarakan. Apa perbedaaan pemilu sistem proporsional terbuka dan tertutup?

Kabar terkait pelaksanaan pemilu 2024 dengan sistem proporsional terbuka dan tertutup muncul setelah ada usulan dari sejumlah politisi. Sejak tahun 2004, pelaksanaan Pemilu di Indonesia sudah menggunakan sistem proporsional terbuka. Namun belakangan ada usulan pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup untuk menghemat biaya.

Meski demikian, banyak parpol yang menolak usulan pemilu sistem proporsional tertutup tersebut. Sebanyak 8 parpol peserta Pemilu 2024 sudah menyatakan penolakan usulan pemilu sistem proporsional tertutup. Parpol tersebut adalah Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat PKS, PAN dan PPP.

Gonjang-ganjing kabar tersebut juga merebak sampai ke daerah, sejumlah politisi ada yang pro ada juga yang menolak untuk pemberlakuan sistem proporsional tertutup itu. Terkait itulah, Pada Jum’at  (19/1) lalu di Sekretariat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar diskusi dengan tema tersebut  menghadirkan  Prof. Eka Suaib, Ketua KPU Sulawesi Tenggara, DR. Laode Abdul Natsir, Kepala Bawaslu Sulawesi Tenggara, DR. Hamiruddin Udu, Muhammad Endang, SA (Ketua Partai Demokrat Sultra).

Dalam kesempatan Muhammad Endang, SA menyampaikan sikapnya mendukung tetap dipilih/diberlakukannya sistem pemilu proporsional terbuka daripada tertutup dengan pertimbangan rakyat pemilih lebih punya kuasa menentukan orang-orang yang akan mewakilinya.

Meski demikian, Ia  tidak bisa menutup mata dan nurani dengan apa yg disampaikan oleh kawan-kawan  yang mendukung diberlakukannya sistem pemilu proporsional tertutup. ”Dengan fakta bahwa betapa mahalnya biaya politik kita saat ini, yang mengakibatkan uang menjadi syarat utama menjadi pemimpin yang dipilih melalui pemilu. Baik itu di legislatif maupun eksekutif.”ungkap Endang mantan aktifis itu.

“Sekarang ini kalau sudah punya uang maka  sudah memenuhi syarat untuk menjadi anggota legislatif atau Kepala Daerah. Tak peduli soal Visi-misi, Platform ataupun Pengalaman (rekam-jejak). Uang menjadi segalanya dalam pemilu,” kata Endang seraya menambahkan silahkan ditracking pernyataan saya ini.

Menurutnya, diperlukan evaluasi baik dari segi electoral law maupun electoral proses pemilu. ”Karena sekali lagi hakekat dilaksanakannnya pemilu langsung saat ini belum  tercapai. Belum ada korelasi antara demokrasi dan kesejahteraan rakyat, ditambah lagi fakta ratusan kepala daerah ditangkap KPK. Diduga melakukan KKN karena ingin mengembalikan biaya politik yang mahal saat mengikuti kontestasi” pungkasny (k05)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button